Sejak lahir anak kedua, ada saatnya
ketika keinginan untuk resign begitu menggebu, sehingga kadang menimbulkan
frustasi. Pernah bermimpi, untuk cuti di luar tanggungan negara, mengikuti
suami, berhomeschooling, merintis usaha dari rumah, dan kalau ternyata lebih
nyaman, resign. Tapi baru sekedar bermimpi.
Keinginan untuk resign semakin
memuncak saat lahir anak ketiga dan aku dimutasi dengan memulai pekerjaan baru
yang tanggung jawabnya lebih berat dan jarak kantor yang lebih jauh dari rumah.
Rasa frustasi itu semakin terasa. Sehingga (makin) menimbulkan ketidaknyamanan saat
di kantor. Frustasi karena ingin resign, tapi banyak hal yang perlu
dipertimbangkan. Tidak sesederhana yang aku harapkan.
Sampai disuatu titik, ketika aku
merasa frustasiku membawa ketidakbahagiaan. Saat itu aku curhat kepada seorang
sahabat, dan dia menyarankan untuk Istikharah. Dan aku mengikuti sarannya.
Dalam doa Istikharah, aku meminta
untuk diberikan kemudahan jalan jika keinginan resign ini memang jadi jalan
terbaikku, dan diberi kelapangan jiwa, dimudahkan menerima, jika ngantor masih
menjadi jalan terbaik untukku. Doa Istikharah ini aku panjatkan disetiap
sholat sunahku.
Alhamdulillah. Aku merasa Alloh
mengabulkan doaku. Aku memutuskan untuk tetap ngantor. Aku merasa aku mendapat
kelapangan hati dengan keputusanku. Aku merasa pasrah dengan semuanya. Aku
merasa lapang menerima konsekuensi dari pekerjaanku. Pola pikirku berubah. Dari
yang sempat stress karena aku merasa tidak cocok dan keberatan dengan tanggung
jawab pekerjaanku, menjadi pasrah menjalaninya. Pasrah dengan konsekuensi, tuntutan,
mungkin omelan, pertanggung jawaban, mungkin kecewa, mungkin ketidakadilan, dan
hal-hal lain yang sebelumnya menakutkan dan mengkhawatirkanku. Aku berpikir bahwa,
aku memang dibayar, digaji untuk itu. Dan aku harus menerima sepenuhnya selama
aku memilih jalan ini. Pasti ini adalah pilihan terbaik untuk saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar