Jumat, 31 Agustus 2012

Popok Daur Ulang (Clodi Murah Meriah)


Buat emak-emak yang biasa pakeiin diaper buat anaknya, bisa memanfaatkan diapernya menjadi popok daur ulang. Diaper bekas yang sudah dibuang gel-nya dan dicuci ini bisa digunakan seperti clodi. Ilmu popok daur ulang ini aku dapat sekitar tahun 2005an, saat berdinas di Bandar Lampung,  dari seorang sahabat . Saat itu cloth diapers (clodi) belum setenar sekarang.

Popok daur ulang ini, aku terapkan saat anak keduaku dan ketigaku dengan pertimbangan hemat dan praktis. Untuk yang merasa membeli clodi yang harganya lumayan mahal (aku tergiur dan cuma bisa membeli empat buah), cara ini bisa jadi alternatif pilihan.

 Cara membuatnya:
  1. Sobek bagian tengah dalam diapers bekas pakai, buang gel-nya. Cuci diaper tersebut hingga bersih (pencucian normal seperti mencuci pakaian bayi yang lain),
  2. Siapkan insertnya. Aku memakai kain bedong bayi (kain fanel kalo ga salah namanya ya) yang sudah dipotong sesuai kebutuhan, dan ditambah celana bayi yang sudah molor sehingga tidak terpakai. Semakin bertambah usia bayi, insert yang dibutuhkan semakin tebal, agar tidak tembus. Bentuk dan ketebalan insert disesuaikan demi kenyamanan bayi.
  3. Pasang insert pada bagian dalam diaper.
  4. Diaper siap digunakan ^_^ 

Kelemahannya:
Seperti clodi pada umumnya, cuma bisa tahan satu atau dua kali basahan, tergantung ketebalan insert.
Setelah beberapa kali pemakaian, diapernya akan semakin berkurang kelayakannya :D Berdasarkan pengalaman, merk yang paling awet didaur ulang adalah M*m* Po** (tapi bukan yang ekonomis). 

Keunggulannya:
Insert yang terdiri dari beberapa lapisan membuatnya mudah dicuci dan lebih mudah kering dibanding insert clodi yang biasanya tebal. Insertnya pun bisa kita buat dari popok kain, celana butut, atau kain bekas lainnya.
Harga relatif lebih murah dibanding clodi.
Tidak perlu khawatir salah mencuci, perawatannya sama dengan pakaian bayi lainnya. Tapiiiiii yang perlu diingat adalah TIDAK BOLEH DISETRIKA :D

Ide terkait :
Gel dalam diaper bekas pakai, kalo diletakkan dibagian paling bawah media tanam (seperti sterefoam) sepertinya bisa, jadi penampung cadangan air. (idenya belum dipraktekkan)
Diaper yang sudah tidak layak pakai dan koyak, disatukan dalam sarung bantal, bisa jadi bantal duduk yang empuk. (sudah dicoba pada bantal kecil)

Ayuks dicoba. Dengan memanfaatkan barang bekas, dapet bonus hemat, praktis dan mudah. 
Selamat mencoba dan salam hijau.... ^_^
 
 


Senin, 13 Agustus 2012

Donor ASI


Saat kelahiran Faza, aku mulai menabung ASIP dari hari kedua setelah melahirkan. Hal itu untuk berjaga-jaga karena biasanya kebutuhan ASI bayi laki-laki lebih banyak dari bayi perempuan. Saat Falisha dulu, aku baru mulai menabung ASIP seminggu sebelum masuk kerja. Alhamdulillah masih cukup.

Saat pertama ber-marmet (perah ASI dengan menggunakan tangan) masih mendapat ASIP berwarna kuning full kolostrum. Awal memerah hanya mendapatkan 50 ml, mengisi setengah botol kaca. Sehari memerah dua sampai tiga kali. Karena  suplai ASI itu berdasarkan sebanyak mana demandnya, maka inshaAllah dengan semakin sering memerah, ASIpun akan semakin banyak.

Alhamdulillah, Allah memberi ASI yang melimpah. Sehingga saat tiba harus bekerja kembali, persediaan ASIP cukup banyak. Saat hari pertama ditinggal bekerja, Faza minum ASIP berdasarkan metode FIFO (First In First Out). Tapi hari itu juga, aku mendapatkan informasi dengan sesama ibu pemerah ASI di kantor, bahwa sebaiknya ASIP yang diberikan adalah ASIP yang fresh. Baru saat ASIP segarnya kurang, ditambah dengan ASIP yang ada di freezer. Karenanya, Faza minum ASIP yang pagi-pagi sebelum berangkat kerja aku perah, dan ASIP hasil di kantor sehari sebelumnya.

Di kantor, aku memerah tiga kali, bisa membawa pulang sekitar 500-600 ml. Saat pagi sebelum berangkat ke kantor, bisa 100 ml ASIP. Jadi totalnya sekitar 600-700 ml. Sedangkan kebutuhan harian Faza saat aku tinggal, kurang lebih 400-500 ml. Jadi, hampir setiap hari aku bukannya mengambil tabungan ASIP tapi malah menambahnya. Botol kaca yang pertama aku beli 80 botol, ditambah 100 botol lagi ternyata tidak cukup. Sampai kemudian aku dua kali membeli botol lagi dari teman kantor. Dan, akhirnya freezer tidak muat lagi, sampai numpang nitip ke kulkas tetangga. Mau membeli freezer khusus menyimpan ASIP kok rasanya sayang.

Stok ASIP sempat berkurang belasan botol saat seorang sahabat membutuhkan ASIP untuk bayinya, karena saat itu stoknya sedang menipis. Kemudian, aku mengenal sebuah grup di FB, Human Milk 4 Human Babies, Menjadi Malaikat Dunia dengan berbagi ASI dengan bayi yang membutuhkan. Disana menjadi sarana bagi ibu yang berlebih ASInya, untuk membantu ibu yang kekurangan ASI. Alhamdulillah, dari grup itu telah mempertemukanku dengan enam ibu yang membutuhkan ASI untuk bayinya. Aku sengaja memilih mendonorkan untuk bayi laki-laki untuk berjaga-jaga karena ada dua pendapat mengenai donor ASI ini. Ada yang berpendapat menjadi saudara sepersusuan, ada juga yang berpendapat tidak. Kalau aku, cenderung pada pendapat yang pertama. Dan, mendonorkannya pun baru sebatas pada membantu pada keadaan darurat, terdesak karena stok ASIP yang sedang menipis, belum pada tahap menjadi ibu susuan penuh.


Tidak perlu khawatir dengan label saudara sepersusuan, karena sebenarnya dengan itu kita menambah saudara.

Bersama dengan bayi-bayi penerima ASIku, dari kanan bawah searah jarum jam, ada Niko (alm)nya Bunda Damayanti, kakak adek Kamila dan Hanif-nya Bunda Yulia, Dazzle-nya Bunda Lisye, Dedek Al-nya Bunda Laily Hermawan, Jidan-nya Bunda Novi, Kareem-nya Bunda Leli dan Rayyan-nya Bunda Asti. Sebenarnya ada satu lagi, Dedek Al anak tetangga depan rumah. Semoga menjadi anak-anak sholeh. Amiin...

Salam sayang buat semua jagoan.
Buat Bunda-bundanya, mohon maaf jika ada salah tulis nama. Semoga tulisan ini menjadi pengikat persaudaraan anak-anak kita.

Kamis, 09 Agustus 2012

Me time


Buat aku, me time adalah saat aku bisa lepas dari rutinitas kerja dan rumah, dan menikmati kegembiraan. Syaratnya, waktunya tidak boleh mengambil jatah waktu untuk keluarga. Artinya, aku harus menikmati me time saat hari kerja. Bisa? Alhamdulillah bisa. Me time-ku adalah menghabiskan waktu bersama teman-teman yang “asyik”. Entah dengan makan siang, perawatan diri, belanja atau sekedar cuci mata. Mahal? Belum tentu. Dengan sedikit bergeser dari kantor, menikmati sate Slawi dan sop kambing, atau nasi Padang, sambil ngobrol ngalor ngidul, berbagi cerita tentang keluarga, unek-unek pekerjaan, ataupun hal kecil lainnya. Cara menikmati me time yang indah.

Suatu saat pernah, ada ibu senior di kantor yang berkomentar, mengapa kami tidak membawa bekal makan siang saja, atau minta tolong OB untuk membelikan makan siang, sehingga kami tidak perlu keluar kantor. Kami dengan kompak menjawab, Oh NO! Setelah terkurung setengah hari di kantor, menghadapi masalah masing-masing, masih tetap harus makan siang di kantor, bukan pilihan menyenangkan :D

Bagi kami, menghabiskan waktu istirahat dengan teman-teman “asyik” itu seperti mengisi ulang energi dan semangat kita. Punya teman yang siap minimal mendengar keluhan kita, yang bisa memberikan saran, saling mengingatkan, berbagi info dan tips, itu bikin hidup lebih indah. Dan ini dia, teman-teman “asyik”ku. Sayangnya kami ga punya foto formasi lengkap berlima.

Olah foto oleh “si bontot” Yulia

Kesimpulan: 
Teman-teman “asyik”ku, walaupun kita kini ga sekantor lagi, kenangan bersama kalian itu selalu jadi memori indah dalam hidupku ^_^ sok puitis gini :D

Sesuai hasil pengamatan, ternyata dua temanku yang selalu hadir di setiap foto, merekalah yang masih berkumpul, tertinggal di kantor 005, tidak terbawa arus mutasi :D

Ngomong-ngomong, kenapa aku menyebut kalian sebagai teman-teman "asyik" dengan tanda kutip ya? Hahahaha....
 
Persembahan untuk Mpok Wardah, Mbak Dewi, Mbak Winda dan Yulia. 

Selasa, 07 Agustus 2012

Antara aku, suami dan motor.


Men-copi dari blog lama. Obat kangen bonceng suami tercinta. Ramadhan empat tahun yang lalu. Kapan bisa berangkat dan pulang kerja bareng lagi ya? Semoga segera, amiin ya Allah... 

Untuk menembus kemacetan di Jakarta, sarana yang paling efektif tentunya adalah dengan motor. Bisa menyusup diantara kemacetan, bisa naik ke trotoar kalo terpaksa, atau mencari jalan alternatif diantara gang-gang kecil. Itu seninya pengendara motor terutama di Jakarta.

Selama ini, aku sangat tergantung dan terbantu dengan motor. Sayangnya masih sebagai penumpang. Sebenernya sih, pengen banget bisa jadi pengemudi. Tapi kok nyalinya belum kuat yah, hehehe. Ngiri banget kalo di jalanan liat cewek berani mengendarai motor, salut deh. Kalo kata temen sekantorku sih, cukup dengan "Takut jatuh dan berani jatuh saja". "Takut jatuh" artinya kita berusaha untuk selamat di jalan raya, sedangkan "Berani jatuh" berarti kita tau resiko berkendara motor dan kita siap menerimanya. Kalo melihat dua syarat itu, memang faktor nyali dan pede-ku belum memadai (^_^)

Kalo dulu, ketidakpedeanku didukung oleh suami. Sepertinya dia meragukan kemampuanku. Apalagi aku juga sering denger komentar kebanyakan laki-laki, yang sering melontarkan kata-kata sinis saat di jalan raya, "Wah, pasti yang bawa mobil itu cewek deh, ga punya aturan. Kayak jalanan milik sendiri", atau "Gayanya cewek banget saat bawa motor, ga punya perhitungan dan rasa takut". Tambah deh, nyaliku susut. Tapi akhir-akhir ini, kalo aku bilang pengen naik motor sendiri, suamiku malah komentar, "Asal hati-hati, trus ngikutin arus aja, insyaallah selamat kok. Ayo, kamu bisa!". Hehehe, entar komentar itu didasarkan kepercayaannya akan kemampuanku atau karena dia sodah bosan direpotin aku. Huah, piss, Pa.

Jum'at sore ada kejadian lucu yang melibatkan aku, suami dan motornya. Setelah dua hari sebelumnya aku ngojek dari kantor ke rumah biar ga mepet adzan maghrib sampe di rumah, Jum'at kemarin aku kembali ke ritual menunggu suami. Setelah dia sms agar aku menunggu di halte (yang berarti dia sudah di seputar Cawang), aku langsung menyebrang dan duduk manis di halte. Tapi setelah ditunggu-tunggu, dan aku liat kedatangannya spontan aku beranjak dari dudukku. Tapi tennyata, dia malah mbablas ga berenti di halte. Kontan saja aku terpana diantara kebingungan. Aku langsung menelponnya sambil menyusulnya, tengsin sama tukang ojek yang mangkal di halte.  Terjadi percakapan berikut.

"Apa sih?", sahutnya saat menerima panggilanku. Nadanya agak sebal.

"Kok aku ditinggalin sih, Pa?", aku bener-bener bingung.

"Ditinggal apaan?", masih belum ngeh.

"Iya, kok dikau ga berenti di halte?", sahutku dengan nada bingung.

"Oh, .....", Hp dimatikan.

"????", aku semakin bingung. Aku coba hubungin lagi.

"Kok dimatiin sih?", suaraku hampir putus asa.

"Iya nih, aku sedang menuju ke arahmu", jawabnya.

Dan kulihat suamiku melawan arus menuju ke arahku. Huahaahahaha. Untung saat itu moodku sedang baik, kalo ga mungkin kedatangannya akan disambut dengan wajah bete. Sepanjang jalan kita menertawai kejadian itu. Kata suamiku, dia ga nyadar kalo dah melewati halte seberang kantorku. Mungkin kalo aku ga ngliat kedatangannya, dia nyadarnya pas kena macet di lampu merah Jambul. Ada-ada saja. Sampe saat ini, kalo mengingat kejadian Jum'at sore itu, bikin aku tertawa sendiri.

Senin, 06 Agustus 2012

Aku bisa apa?


Umur sudah melewati angka 30, tapi aku masih bingung mencari jati diri. Halah, istilahnya. Ini beneran asli bingung. Pemicu pemikiran ini dari pertemananku dengan ibu-ibu hebat di dunia maya. Mereka perempuan cerdas dengan berbagai keahlian dan kepintaran. Membaca tulisan mereka, karya mereka, membuatku berpikir, aku bisa apa ya?

Ini sebuah kemajuan atau malah kemunduran? Saat aku mulai lebih serius berpikir, aku bisa apa? Apa hal yang bisa aku seriusi untuk mengisi hidup? Apa yang bisa membuat hidupku lebih bermakna dari sekedar rutinitas menjalani tugas kantoran? Bagaimana aku bisa menjadi ibu yang special untuk anak-anakku?

Memasak aku tidak ahli, ketrampilan yang khusus lain aku tidak bisa. Dan aku masih mencari. Tujuan pertama adalah, aku ingin punya keahlian, yang bermanfaat untuk orang lain, yang bisa membuatku bahagia dan menjadikan hidupku lebih bermakna. Jadi, aku akan terus mencari. Aza fighting! Hahaha...
*Masih mencari, nanti kalau sudah ketemu, aku akan bagi* ^_^

Ibu hamil dan atau menyusui berpuasa? Mengapa tidak...


Alhamdulillah, selama hamil dan menyusui anak-anakku, aku tidak bermasalah dengan puasa. Saat hamil anak pertama, Ferris, saat itu usia kandunganku menjelang delapan bulan. Alhamdulillah tidak ada halangan dalam berpuasa, kecuali bolong sehari karena tidak sempat sahur saat perjalanan mudik dan terjebak kemacetan. Saat berniat akan berpuasa dan berkonsultasi dengan dokter, dengan tenang dokter kandunganku bilang, “Puasa aja, toh malamnya makan juga kan.” Intinya, beliau bilang begitu. Menyusui Ferris saat puasa pun tidak bermasalah, hanya butuh penyesuaian di awal-awal Ramadhan saja. 

Saat hamil anak kedua, Falisha, usia kandunganku sembilan bulanan. Akhirnya aku bolong puasa tiga hari karena Falisha lahir tiga hari menjelang lebaran. Alhamdulillah. Menjelang Falisha setahun, kembali bertemu Ramadhan, aku berpuasa juga. Yang aku sesalkan sekarang, saat itu aku mengganti jatah ASIP Falisha untuk siang hari dengan susu UHT. 

ASIP Faza sebelum Ramadhan 2011
Untuk yang ketiga ini, bismillah. Saat selesai nifas, aku berniat untuk puasa. Saat itu hari ketiga Ramadhan. Membulatkan tekad untuk ikut berpuasa karena aku yakin kalau aku bisa. Hari pertama berpuasa, sekitar bada Ashar, badan sudah mulai gemetaran. Tapi alhamdulillah lanjut. Hari kedua tantangan bertambah, karena harus mengantarkan Falisha ke PG dengan sepeda. Alhamdulillah terlalui juga. Yang tadinya berpikir bahwa kegiatan menabung ASIP akan terhenti, ternyata masih bisa jalan terus. Faza pun ternyata sehat-sehat saja. Memang sih, kekentalan ASInya agak berkurang. Tapi tidak berpengaruh ke kesehatan Faza.

 Tips-tips agar kehamilan dan menyusui tidak menjadi halangan berpuasa tentunya pertama dengan niat kuat, positif thinking serta asupan makanan dan minuman yang cukup. Usahakan saat malam kita tetap makan tiga kali. Saat berbuka, menjelang tidur dan saat sahur. Banyaknya air putih yang kita minum juga berpengaruh besar pada produksi ASI kita. Dan jangan lupa, suplemen herbalnya.

Rabu, 01 Agustus 2012

Commuter oh commuter...

Pagi ini, aku merasa lebih enggan berangkat ke kantor dibanding hari biasanya. Membayangkan harus menggunakan angkutan umum sudah memperberat keenggananku. Adik yang biasa aku tumpangi motornya, berdinas keluar kota.

Pagi ini, tak seperti biasanya, Faza yang badannya agak demam, ga mau lepas ketika disusui. Padahal jam di dinding sudah menunjukkan waktu untuk berangkat. Bertambahlah keenggananku. Akhirnya, waktu berangkat mundur, hampir 10 menit lebih telat dari biasanya. Akibatkan, kemungkinanku berangkat dengan menggunakan ojek lalu disambung angkot menjadi pilihan yang tidak tepat. Hampir dapat dipastikan terlambat. Jadi, pilihan satu-satunya membelah kemacetan Jakarta adalah dengan Commuter Line.

WOW!!! Menaiki Commuter Line (CL) membuatku merasa amat sangat bersyukur. Bersyukur karena aku tidak harus setiap pagi dan sore menjadi langganannya. Bersyukur karena aku masih punya adik yang bisa aku tumpangi saat pagi. Bersyukur karena jarak dari rumah ke tempat kerja tidak terlalu jauh saat ditempuh dengan CL, sehingga minimal aku hanya butuh sekitar 15 menit berdesak-desakan di dalam gerbong khusus wanita, yang untuk masuk dan keluarnya saja membutuhkan perjuangan. Membayangkan “nikmatnya” berjubel dari Bogor sampai ke Kota atau Tanah Abang, duh...

Commuter Line... Padat, sesak, tapi selalu dinanti. Sarana transportasi ini memang paling efektif membelah kemacetan Jakarta. Kecuali terjadi kerusakan, waktu yang ditempuh relatif rasional dan bisa diandalkan. Saat berjubel di dalam gerbong, nikmatilah. Jangan melawan arus gerakan, karena akan mengakibatkan pegal-pegal :D

Tapi, Commuter Line ini juga bisa jadi sarana rekreasi yang asyik untuk anak-anak. Jika ingin nyaman, naik kereta lawan arus penumpang saat pagi dan sore hari. Saat pagi, naiklah kereta ke arah Bogor. Atau, naiklah kereta setelah waktu orang berangkat ke kantor berkurang, dan sebelum waktu orang pulang kantor. Biasanya kosong dan layak naik ^_^