Dulu, saat seorang ibu bilang di
rumahnya tidak disediakan tv demi kebaikan anak-anaknya, aku berpikir, mungkin
gitu hidup tanpa tv?
Keluarga kami, masih memiliki tv.
Masih menonton tv. Tapi alhamdulillah, sudah lewat tiga Ramadhan, diterapkan
kesepakatan bahwa setelah adzan maghrib, tv dimatikan. Walaupun, kadang ada
waktu pengecualian, seperti saat ada momen acara olahraga “penting” bagi suami
dan adikku. Program yang ditonton pun diseleksi.
Alasan kesepakatan mematikan tv
setelah maghrib awalnya adalah karena anak-anak sulit diajak tarawih ke masjid
karena keasyikan menonton. Setelah Ramadhan berakhir, kesepakatan itu terus
dijalankan. Bagi aku yang berangkat kerja pukul 06.30 dan kembali pukul 18.30,
waktu setelah maghrib dan sebelum tidur itu menjadi moment penting kebersaaman.
Kita bisa mengobrol, saling bercerita, anak-anak bisa bermain bersama. Dan
setelah Ferris masuk SD, terasa sekali manfaatnya. Sekarang, walaupun masih
belum rutin sempurna, setelah maghrib diisi dengan tahsin tahfiz untuk Ferris
dan Falisha.
Baru sadar bahwa tv itu candu. Ingat
betul, saat awal kesepakatan mematikan tv dibuat, terasa beratnya. Kami yang
dewasa saja merasa berat, apalagi anak-anak. Sekarang, jika anak-anak sudah
tidur dan aku iseng menyalakan tv, hanya gonta-ganti saluran tanpa tertarik
satu acarapun. Paling saat ada film yang menarik. Itupun jarang sekali, mending untuk tidur :D
Seorang teman bertanya, apa yang
bisa anak-anak lakukan kalau tidak menonton tv? Jawabanku, ternyata sangat
banyak. Hidup makin berharga saat tv dimatikan. Percayalah! :D Berharap, bisa
lepas penuh terhadap tv. Semoga, suatu saat nanti. Aamiin...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar